MAKALAH PROSES
THERMAL HASIL PERIKANAN
SEJARAH PENGALENGAN
dan PENGALENGAN SECARA UMUM
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Shelica Anggraini
|
(12259)
|
Bhatara Ayi Meata
|
(12357)
|
Elka Annisa Kuncoro M.
|
(12394)
|
Istiqomah
|
(12487)
|
Rinto Felly Hartana
|
(12488)
|
Program Studi
TeknologiHasilPerikanan
LABORATORIUM TEKNOLOGI IKAN
JURUSAN PERIKANAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
Kata Pengantar
Puji
syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
anugerahNya kepada kita sehingga terselesaikannya makalah Sejarah Pengalengan dan Pengalengan Secara Umum. Makalah ini
merupakan salah satu rangkaian acara dari praktikum Proses Thermal Hasil
Perikanan di Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, yang
berisikan tentang awal mula atau sejarah
bagaimana terjadinya proses pengalengan bisa terjadi dan pengetahuan umum
mengenai proses pengalengan.
Penyusun
mengucapkan terimakasih kepada para dosen, tim asisten, kakak angkatan, dan
teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam
penyusunan makalah.
Untuk
penyempurnaan makalah ini, penyusun mengharapkan saran yang menyangkut materi
maupun penambahan pengetahuan yang sekiranya dapat menyempurnakan makalah ini,.
Semoga dapat bermanfaat bagi mahasiswa yang mengambil mata kuliah Proses
Thermal Hasil Perikanan dan kalangan umum.
Penyusun,
I.
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Tingginya pertumbuhan populasi di dunia memunculkan
pertanyaan bagaimana kebutuhan makanan dapat dipenuhi. Hal tersebut sangat
jelas bahwa peningkatan suplai makanan penting untuk memenuhi kebutuhan gizi
untuk setiap orang. Pengembangan metode produksi, pascapanen, penyimpanan,
pengolahan, pengemasan, penyimpanan dan pemasaran yang lebih baik sangat
penting untuk menghasilkan penggunaan buah-buahan, sayuran, dan produk
pertanian dan perikanan lainnya yang lebih efisien (Larousse, 1997).
Sebagai kebutuhan dasar manusia makanan yang kita
konsumsi hendaknya bersih dan memiliki kandungan gizi yang lengkap.
Perkembangan industri pangan yang memberikan perubahan baik secara kualitatif
atau kuantitatif pada makanan menyebabkan perkembangan bahan makanan maju
pesat, baik itu untuk pengawet, perasa, tekstur/warna dari makanan. Konsumen
membutuhkan makanan yang segar, murah dan mudah disajikan sebagai tuntutan
zaman yang makin praktis. Tuntutan
kepentingan ekonomi dan semakin kompleksnya permasalahan pangan diikuti dengan
pertumbuhan bahan-bahan kimia sebagai pengawet. Menurut hasil penelitian
terdapat 2.500 variasi kimia. Bahan-bahan tambahan tersebut dapat mempengaruhi
kualitas bahan makanan, penambahan bahan tambahan tersebut dapat memperpanjang
waktu kadaluarsa bahan pangan, meningkatkan aroma dan penampilan bahan pangan. Dengan pengawetan, makanan bisa
disimpan berhari-hari, bahkan berbulan-bulan dan sangat menguntungkan produsen.
Pengalengan
adalah cara pengolahan makanan untuk memperluas kehidupan rak. Idenya adalah
untuk membuat makanan yang tersedia dan bisa dimakan lama setelah waktu
pemrosesan. Meskipun makanan kalengan sering diasumsikan rendah nilai gizi
(akibat proses pemanasan), beberapa kaleng makanan yang bergizi unggul-dalam
beberapa cara-bentuk alami mereka. Secara umum, masyarakat luas sudah mengetahui produk pengalengan itu
seperti apa, namun hanya sedikit yang mengetahui mengenai sejarah pengalengan,
khusunya pengalengan ikan. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai sejarah pengalengan dan pengalengan secara umum.
1.2.Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah pengalengan pada produk pangan
1. Untuk mengetahui sejarah pengalengan pada produk pangan
2. Untuk
mengetahui pengalengan di era sekarang ini
II.
PEMBAHASAN
Sejarah Pengalengan
Pada tahun 1804 pada belahan benua Eropa.
Disana terdapat sesorang yang kiat mengembangkan produk komersil berupa makanan
kaleng ,dia adalah Nicholas
Appert. Orang
yang pertama kali menemukan cara mengawetkan makanan di dalam kaleng atau
istilahnya dengan pengalengan. Usahanya dimulai pada tahun 1795 dan baru
membuahkan hasil sembilan tahun kemudian pada tahun 1804.
Pada saat itu juga para
ilmuwan mencoba menjelaskan mengapa makanan yang dipanaskan itu bisa awet dan
saat itu pula menjadi perdebatan yang sangat ramai bagi kalangan ilmuwan.
Kemudian ada seorang ilmuwan yang namanya tidak asing bagi kita yaitu Louis Gay-Lussac menjelaskan
mengapa makanan yang dipanaskan bisa awet. Lussac menjelaskan bahwa
penyebab kerusakan makanan adalah adanya oksigen. dengan pemanasan, oksiden
terusir keluar melalui uap air dari panas sehingga makanan jadi awet.
Pernyataan Lussac tersebut salah.
Menurut Choles (2003), pada
tahun 1861 Loui Pasteur
memberikan penjelasan bahwa sebetulnya pemanasan dapat membunuh mikroba dan
penutupan botol secara rapat dapat mencegah masuknya mikroba makanan.
Dengan pernyataan tersebut timbulah
mekanisme pengawetan makan dengan istilah pateurisasi dimana
teknik tersebut melibatkan suhu yang lebih rendah dari pada suhu sterilisasi
Appert. Sehingga makanan yang diawetkan dengan pateurisasi tersebut mempunyai
rasa lebih enak dari cara Appert. Kemudian teknik tersebut
diaplikasikan untuk mengawetkan makanan yang bersifat asam seperti buah dan
asinan.Karena secara alami produk-produk tersebut bersifat asam,yang memiliki
daya bunuh terhadap mikroba sehingga tidak lagi memerlukan sterilisasi secara
total. Atas karyanya yang
luar biasa tersebut,pada tahun 1809 Appert menerima hadiah 1200 Franc dari
pemerintah Perancis.
Fenoma ini kemudian
berkembang pada Negara Inggris pada saat itu. Para ahli pangan dan industriawan
mendirikan pengwetan makanan dengan menggunkan pemanasan. Lain halnya dengan Nicholas Appert yang mengawetkan
makanan dengan cara mendidihknya selama berjam-jam dalam botol gelas bersih
yang tertutup rapat dengan gabus. Di Inggris pada tahun 1810 Peter Durand
menemukan pengawetan makanan dengan kemasan kaleng. Kemudian tahun 1851 diselenggarakan
pameran makanan,mulai saat itulah makanan kaleng melambung pesat.
Kemudian Angkatan Laut
Inggris menginginkan makanan kaleng yang murah pada kontraktor pabrik makanan
kaleng. Sehingga banyak
pabrik memotong biaya pengolahan dan bahan mentah. Akibatnya mutu dari makanan kaleng
tersebut menurun yang menyebabkan reputasi mkanan kaleng tersebut menurun juga.
Pada tahun 1890-an Samuel
Cate Presscot dan William Lyman Underwood menjelaskan ilmiah pasteurisasi
dengan ilmu dan teknologi modern sehingga proses sterilisasi makanan dapat
dikendalikan secara baik dan tepat.
Sejak itulah di seluruh dataran Eropa dan Amerika
industry makanan kaleng mulai bangkit lagi dan berkembang pesat. Kita
semua berhutan budi pada Bapak Nicholas Appert atas jasanya. Sayangnya beliau
meninggal dalam keadaan miskin,bahkan tidak sempat melihat kemenakannya yang
menemukan autoklav pada tahun 1851. Proses pengalengan atau canning yang
saat ini lebih dikenal dengan proses sterilisasi komersial makanan,tidak hanya
mencakup makanan dalam kaleng tetapi juga meliputi makanan yang dikemas dalam
botol dan dalam kemasan plastic berlaminasi yang disebut retort pouch.
Tahap
prose pengalengan ikan pada jaman dulu
Ikan
yang sudah ditangkap kemudian diseleksi , yang dibuang bagisn tubuhnya yang
tidak dibutuhkan . Dalam waktu yang bersamaan kaleng diisi dengan garam , dan
bumbu bumbu tertentu guna memberi rasa pada ikan , kemudian daging ikan yang
diolah yang maih mentah tersebut dimasukan di dalam kaleng .Kaleng2 yang sudah
berisi ikan ditutup dengan tutup logam dimasukan kedalam tungku uap yang
bertekanan tinggi . Kaleng2 tersebut di sterilisasi .
Pengalengan
Secara Umum
Metode
pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan
Prancis. Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam
wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas yang dalam pengolahannya
merupakan pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap
terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang
kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen
(penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan
secara hermetis bertujuan agar makanan dapat terhindar dari kebusukan,
perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Keuntungan dan kerugian metode pengalengan menurut Choles
(2003),sebagai berikut:
Keuntungan:
·
Dapat memformulasi dan mengalengkan
berbagai jenis makanan.
·
Mutunya baik dan stabil ( tetap ) baik
pada skala besar dan kecil
·
Kemasan kaleng melindungi isi dari
segala bentuk benturan fisik sehingga bentuk isi tetap utuh
·
Daya awet makanan menjadi lebih lama
·
Dapat dikonsumsi kapan saja dan dimana
saja (cocok untuk makanan siap saji)
Kerugian:
·
Hydrogen Swell : Hydrogen swell
terjadi karena adanya tekanan gas hidrogen yang dihasilkan dari reaksi antara
asam pada makanan dengan logam pada kaleng kemasan.
·
Interaksi antara bahan dasar kaleng
dengan makanan. Kerusakan makanan kaleng akibat interaksi antara logam pembuat
kaleng dengan makanan kehilangan zat gizi yang menyebabkan tercampurnya zat
tersebut dengan makanan.
·
Kerusakan biologis
·
Botulisme (kontaminasi oleh spora C.
botulinum)
·
Berpengaruh pada kandungan senyawa
Sterilisasi merupakan proses pemanasan
wadah serta isinya pada suhu dan jangka waktu tertentu untuk menghilangkan atau
mengurangi faktor faktor penyebab kerusakan makanan pada suhu 121 0C
menggunakan retort. Dalam pengalengan
makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin
saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan
terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Arti dari sterilisasi komersial walaupun
produk tidak 100 persen steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan
patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun
atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk dikonsumsi. Bahan baku perikanan dalam pengalengan ikan
dapat digolongkan berdasarkan:
1. Pangan digolongkan ke dalam pangan
berasam rendah
2. Pangan berasam kuat.
Pangan berasam kuat (pH < 4.6) sterilisasi bisa
dilakukan dibawah suhu antara 115 s/d 121ºC (1.5 jam), sedangkan pangan berasam
rendah (pH > 4.6) harus mendapatkan sterilisasi pada suhu 121ºC selama
beberapa waktu (2 jam). Ini dimaksudkan untuk membunuh mikroba pathogen
penyebab botulisme. Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat
dikalengkan tetapi pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Contoh
: cakalang, salmon, tuna, kembung, lemuru, laying(Angrenani, 1997).
Prinsip pengalengan yaitu mengemas bahan pangan dalam wadah yang tertutup
rapat sehingga udara dan zat-zat maupun organisme yang merusak atau membusukkan
tidak dapat masuk, kemudian wadah dipanaskan sampai suhu tertentu untuk
mematikan pertumbuhan mikroorganisme yang ada. Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan
dalam kaleng adalah (Akbarsyah,
2006):
1. Ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi,
sehingga mutu dan kesegarannya dijamin masih baik.
2. Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan,
sehingga terhindar dari sumber mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi
perut dan insang.
3. Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba
pembusuk dan penyebab penyakit.
4. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam
rendah, yaitu mempunyai kisaran pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat
meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi
awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (dibawah pH 4,6), Clostridium botulinum
tidak dapat tumbuh.
5. Penutupan kaleng dilakukan
secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga tidak dapat dilalui oleh
gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan demikian, produk
dalam kaleng menjadi lebih awet.
Secara umum proses
pengalengan ikan dalam skala industri umumnya dilakukan melalui beberapa tahap.
Menurut Trianto dan Akbarsyah (2007) tahapan itu, meliputi antara lain:
ü Pemilihan bahan baku
ü Penyiangan
ü Pencucian
ü Penggaraman
ü Pengisian bahan baku
ü Pemasakan awal (precooking)
ü Penirisan
ü Pengisian medium pengalengan
ü Penghampaan udara (Exhausting)
ü Penutupan kaleng
ü Sterilisasi
ü Pendinginan
ü Pemberian label
Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan
pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Sifat bakteri Clostridium botulinum menurut Angrenani (1997) yaitu :
1. Dapat menghasilkan racun botulin
2. Melindungi diri dari suhu yang tinggi
dengan cara membentuk spora
3. Bakteri Clostridium
botulinum menghasilkan racun botulin yang dapat menyerang saraf dan menyebabkan
kelumpuhan
Di Indonesia,
dikenal 4 macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak, minyak
yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, dan saus tomat. Penambahan medium ini juga memiliki tujuan yang
antara lain :
1. Memberikan penampilan dan rasa yang
spesifik pada produk akhir,
2. Sebagai media pengantar panas sehingga
mempercepat sterilisasi
3. Mendapatkan derajat keasaman yang lebih
tinggi (menurunkan pH)
4. Memberikan flavour yang khas
Dalam pengalengan, juga terdapat
kerusakan-kerusakan yang terjadi, yang antara lain menurut Akbarsyah (2006), sebagai berikut :
• Flipper, yaitu kaleng terlihat normal, tetapi bila
salah satu tutupnya ditekan dengan jari, tutup lainnya akan
menggembung.
• Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.
• Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu jari.
• Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.
• Kembung sebelah atau springer, yaitu salah satu tutup kaleng terlihat normal, sedangkan tutup lainnya kembung. Tetapi jika bagian yang kembung ditekan akan masuk ke dalam, sedangkan tutup lainnya yang tadinya normal akan menjadi kembung.
• Kembung lunak, yaitu kedua tutup kaleng kembung tetapi tidak keras dan masih dapat ditekan dengan ibu jari.
• Kembung keras, yaitu kedua tutup kaleng kembung dan keras sehingga tidak dapat ditekan dengan ibu jari. Pada kerusakan yang sudah lanjut dimana gas yang terbentuk sudah sangat banyak, kaleng dapat meledak karena sambungan kaleng tidak dapat menahan tekanan gas dari dalam.
Alat-alat yang digunakan
dalam pengalengan ikan:
a. Meat chopper: alat untuk
pemotong daging
b. Stuffer: alat pengisi bahan-bahan dalam
pengalengan
c. Grinder/mixer/silent cutter: Alat
pencampur daging ikan
d. Meat Bone Separator: alat pemisah
daging dengan tulang
e. Ice Crusher: alat penghancur es
f. Food prosessor: alat penggiling daging
g.Retort: Merupakan suatu bejana yang tertutup dan
tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari boiler yang
berfungsi untuk sterilisasi produk.
h. Sealing machine: alat pengemas kaleng
i. Seamer : alat penutup kaleng
j. Boiler (ketel uap): alat yang berfungsi mengubah
air menjadi uap (penghasil uap yang disalurkan ke retort) dengan cara pemanasan
k.Exhauster adalah alat yang digunakan untuk
membuat kondisi vakum pada headspace kaleng sebelum kaleng ditutup yang
disebut dengan exhausting.
l.Bleeder merupakan lubang kecil dalam retort yang
berfungsi untuk memberikan sarana pengamatan melalui adanya aliran uap air,
serta menyebabkan terjadinya sirkulasi di dalam retort, serta mengeluarkan
sedikit air dan udara dari retort
m. Vent merupakan bagian dari
retort yang berfungsi untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam retort
sebelum proses sterilisasi dimulai
III. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Orang yang menemukan
metode pengalengan adalah Nicholas Appert dari tahun 1795 hingga 1804
2. Perbedaan pengalengan ikan jaman dahulu dengan
sekarang yaitu di bagian pre-cooking , dan pengisian medium .
5.2.Saran
A ) Setelah
membaca tulisan ini di harapkan para pembaca bisa mengetahui perkembangan iptek
dalam memenuhi kebutuhan primer terutama dalam pengalengan dan bisa menambah
pengetahuan bagi para pembacanya.
B)Sebaiknya dalam proses pengalengan ikan yang lebih diperhatikan adalah higenitas .
B)Sebaiknya dalam proses pengalengan ikan yang lebih diperhatikan adalah higenitas .
3. DAFTAR PUSTAKA
Akbarsyah, T. M. I. 2006. Studi Proses Pengalengan Ikan
Tuna Albakora (Thunnus alalunga) dan Pemanfaatan Limbahnya Menjadi Abon Ikan di
PT Bali Maya Permai, Negara, Bali. Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.
Angrenani, S. 1997. Stabilitas Minyak Ikan Lemuru
(Sardinella lemuru) yang Didunakan Sebagai Medium pada Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) Kaleng. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Choles, R., Mc Dowell, D., dan Kirwan, Mark J.
2003. Food Packaging Technology. Blackwell Publishing, Garsington Road,
Oxford, UK.
Muryati dan Sunarman . 2000. Pendinginan , Pembekuan , dan
Pengawetan Ikan .Kanisius. Yogyakarta .
Trianto, Hari Eko dan Akbarsyah, Teuku Muamar Indra.
2007. Pengalengan Ikan Tuna Komersial. Squalen Vol. 2 No. 2.
Sepertinya saya kenal makalah ini :')
BalasHapus